Showing posts with label TIK. Show all posts
Showing posts with label TIK. Show all posts
RPP KTSP Mata Pelajaran TIK Jenjang SD Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6

RPP KTSP Mata Pelajaran TIK Jenjang SD Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6

RPP dan Silabus SD Kelas 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 KTSP Semester 1 dan 2 diharapkan menjadi referensi anda terkait dengan RPP dan Silabus SD kelas 1-6 KTSP yang pada kesempatan ini akan saya bagikan kepada anda.

RPP atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan sebuah komponen administrasi kelas yang dibuat oleh guru yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di sekolah anda, yang dimana sekolah anda masih menggunakan KTSP.

RPP pada kesempatan ini terdiri dari beberapa mata pelajaran, namun pada kesempatan ini saya akan berbagi RPP KTSP Mata Pelajaran Muatan Lokayang terdiri dari kelas 4, kelas 5, kelas 6. RPP tersebut dapat anda download melalui url yang telah saya sediakan di bawah ini :
RPP KTSP Mata Pelajaran TIK Jenjang SD Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6

Semester 1


dan untuk semester 2, anda dapat mendownloadnya di sini :
Lihat Juga :
RPP KTSP Mata Pelajaran Matematik kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, kelas 6
RPP KTSP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, kelas 6
RPP KTSP Mata Pelajaran IPS
Sekenario Pembelajaran Mata Pelajaran SAINS kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, kelas 6
RPP KTSP Mata Pelajaran PKn kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, kelas 6
RPP KTSP Mata Pelajaran Tematik kelas 1, kelas 2, kelas 3
RPP KTSP Mata Pelajaran Muatan Lokal kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, kelas 6
RPP KTSP Mata Pelajaran TIK kelas 4, kelas 5, kelas 6
RPP KTSP Mata Pelajaran PAI kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, kelas 6
RPP KTSP Mata Pelajaran SBK kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, kelas 6
RPP KTSP Mata Pelajaran PJOK kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, kelas 6
RPP KTSP Mata Pelajaran Bahasa Inggris kelas 1, kelas 2, kelas 3, kelas 4, kelas 5, kelas 6
SEMINAR NASIONAL AGTIKKNAS

SEMINAR NASIONAL AGTIKKNAS

Kurikulum 2013 baru saja diluncurkan di sekolah sasaran. Rencananya akan diterapkan di semua sekolah tahun ajaran ini.
Ada hal yang berbeda dari kurikulum sebelumnya. Dalam kurikulum 2013 tak ada lagi mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di SD, SMP dan SMA. Juga tak ada lagi mata pelajaran Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) di SMK.
Kurkulum 2013 telah memberi dampak yang begitu luas bagi masyarakat pendidikan di Indonesia, tidak terkecuali dampak terhadap Mata Pelajaran TIK di SMP dan SMA juga Mata Pelajaran KKPI di SMK. Hilangnya Mata Pelajaran TIK dan KKPI adalah Fenomena yang menarik sekaligus Absurd di tengah-tengah hingar bingar perkembangan Teknologi Informasi dalam menopang kemajuan Pendidikan di Indonesia.
Pada tahun ajaran 2014-2015, Kemendikbud bertekad bulat untuk menerapkan Kurikulum 2013 (K13) di semua sekolah di Tanah Air. Rencana ini memang tergolong nekat.
Di saat guru-guru di pelosok Tanah Air banyak masih kebingungan dengan konsep baru yang ditawarkan dalam K13, mereka tetap dipaksa menjalankannya.
K13 juga masih meninggalkan beberapa permasalahan. Selain persiapan yang tidak matang dan pelatihan guru yang masih sangat minim, kurikulum ini juga meninggalkan permasalahan mengenai nasib guru-guru yang mata pelajarannya dihapus dalam K13. Salah satunya adalah mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (MP TIK).MP TIK adalah buah penerapan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang digodok pada 2006, dan diterapkan pada 2007 untuk meng­gantikan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). KBK hanya diterapkan kurang dari lima tahun. Ide penambahan MP TIK dalam KTSP didasari pada semangat membekali para siswa untuk menghadapi era perkembangan teknologi yang semakin canggih di abad XXI ini.
 TIK semakin penting peranannya karena setiap bangsa akan menjadi bagian dalam perkembangan arus globalisasi yang menyaratkan penguasaan teknologi tingkat tinggi ini di segala aspek kehidupan. Bangsa yang tidak mengenal dan menguasai teknologi akan menjadi bangsa yang tertindas.
Untuk merealisasikan proyek ini, Kemendikbud telah merekrut ribuan guru TIK yang ditempatkan di seluruh Indonesia. Namun sayang, enam tahun kemudian, Mata Pelajaran TIK dihapus seiring bubarnya KTSP. Kini, nasib ribuan guru TIK dan KKPI masih belum jelas.
Tujuan dari Seminar Agtikknas ini adalah :
  1. Mengkaji secara ilmiah  mata pelajaran TIK dan KKPI agar dapat dimasukkan kembali dalam kurikulum 2013
  2. Pentingnya keilmuan matpel TIK dan KKPI untuk diajarkan di sekolah, dan bukan terintegrasi dalam semua mata pelajaran,
  3. Memberi masukan kepada pemerintah agar mata pelajaran TIK dan KKPI jangan dihilangkan dalam kurikulum sekolah.
  4. Mendapatkan kejelasan tentang nasib guru TIK dan KKPI yang mata pelajarannya dihilangkan dalam kurikulum 2013
  5. Menggali masukan dan saran dari para pemerhati pendidikan dan para pakar di bidang TIK tentang pentingnya TIK dalam pembelajaran di sekolah
  6. Mengkaji mata pelajaran Prakarya yang menggantikan pelajaran TIK di SMP-SMA
Kegiatan seminar ini akan dilaksanakan pada :
Hari SABTU, Tanggal 26 April 2014
Di Aula Gedung A Kemdikbud RI, Jl. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta Pusat.
Panitia seminar akan menghadirkan narasumber dari para akademisi, birokrat, anggota DPR, Organisasi Guru, dan para pemerhati pendidikan yang fokus dengan kemajuan Teknologi Informasi dan komunikasi dalam rangka melahirka generasi emas di tahun 2045
Pembicara seminar yang diharapkan hadir dalam kegiatan ini adalah:
  1. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. Dr. Mohammad Nuh
  2. Dr. Onno W Purbo, Pakar TIK Indonesia
  3. Dr. Gatot Hari Priowiyanto, Direktur Seamolec
  4. Dr. Ramin Mahondas, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan
  5. Dr. Reni Marlinawati, Anggota DPR Komisi X dari Fraksi PPP
  6. Dr. Sulistyo, M.Pd, Ketua Umum PB PGRI
  7. Retno Listiyarti, S.Pd, M.Si, Sekjen FSGI
Wamendikbud: Guru TIK Tidak Akan Dirugikan

Wamendikbud: Guru TIK Tidak Akan Dirugikan



Solopos.com, SOLO–Guru Teknik Informatika dan Komputer (TIK) dijamin tetap dibutuhkan pada penerapan kurikulum 2013. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud), Musliar Kasim, Sabtu (22/3/2014).“Kami ingin menggaris bawahi, tidak satupun orang akan dirugikan dalam penerapan kurikulum 2013 ini,” ungkap dia menjawab pertanyaan peserta seminar nasional pendidikan dengan tema Pembelajaran Berbasis Kreativitas Sebagai Tren Implementasi Kurikulum 2013 dalam Rangka Mewujudkan generasi Indonesia Emas 2045 yang digelas di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS, Sabtu, mengenai nasib guru TIK. Seperti diketahui, dalam penerapan kurikulum 2013, mata pelajaran TIK tidak berdiri sendiri. Melainkan diintegrasikan dengan mata pelajaran lainnya.
Menurut Musliar, posisi guru TIK akan sama dengan guru Bimbingan Konseling (BK). Guru TIK akan memberikan pelayanan atau arahan kepada siswa maupun guru yang berkonsultasi mengenai TIK kepadanya. “Guru BK kan tidak mengajar juga. Mereka melayani dengan memberikan arahan, kepeda anak-anak yang berkonsultasi kepadanya. Guru TIK nanti juga seperti itu,” terang Musliar.
Menurut Musliar, peranan guru TIK juga sama pentingnya dengan guru-guru lainnya. Sebab TIK sudah menjadi seperti alat pembelajaran. Dimana siswa harus memahami TIK untuk mengikuti proses belajar. Musliar memberikan contoh ketika ada guru yang menginstruksikan kepada siswanya untuk mencari materi pembelajaran di internet. Ada kemungkinan tidak semua siswa sudah mengerti bagaimana cara penggunaan internet yang benar. Maka di situlah peran dari guru TIK ke depan.
“Dia akan berada di dalam lab, mengajarkan kepada siswa. Tidak perlu 24 jam dia mengajar. Dianggap seperti guru BK, satu guru BK itu melayani 150 anak. Bahkan bukan hanya murid, tapi juga guru,” ujar dia.
Musliar juga mengatakan, penerapan kurikulum 2013 tidak akan mempengaruhi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang membuka program studi Pendidikan TIK (PTIK). Menurutnya, lulusan PTIK masih memiliki peluang banyak, terutama di SMK. “Masih terbuka peluang untuk SMK,” ujar dia.
Sebelumnya, pelaksanaan kurikulum 2013 tersebut mendapat sorotan dari Asosiasi Guru TIK dan KKPI (Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi) Nasional (Agtikknas). Salah satu yang menjadi pertanyaan Agtikknas adalah nasib guru TIK ke depan.
“Kami harap pemerintah mengkaji ulang kebijakannya menghapus mata pelajaran TIK,” ungkap Guru TIK SMPN 22 Solo, Tri Budihardjo, Selasa (18/3). Menurutnya, jika sampai pelajaran tersebut dihapus, maka akan sangat berdampak pada para guru TIK. Terlebih untuk masalah jam mengajar yang akan berkurang, bahkan hilang.
Ketua Agtikknas, Firman Oktora, mengatakan tidak ada niatan guru-guru TIK untuk menolak adanya kurikulum baru. “Kami tidak menolak adanya kurikulum 2013. Tapi semestinya TIK itu masuk sebagai mata pelajaran wajib,” ungkap dia saat dihubungi solopos.com, Jumat (14/3).
Untuk itu pihaknya meminta agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengkaji ulang mengenai eksistensi mata pelajaran TIK/KKPI. Sebab menurutnya teknologi informasi dan komunikasi merupakan pondasi dasar kehidupan untuk generasi abad 21. Dimana para siswa perlu dibekali pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam hal teknologi informasi dan komunikasi.

Mengembalikan TIK dalam K13

Mengembalikan TIK dalam K13

Pada tahun ajaran 2014-2015, Kemendikbud bertekad bulat untuk menerapkan Kurikulum 2013 (K13) di semua sekolah di Tanah Air. Rencana ini memang tergolong nekat.
Di saat guru-guru di pelosok Tanah Air banyak masih kebingungan dengan konsep baru yang ditawarkan dalam K13, mereka tetap dipaksa menjalankannya.
K13 juga masih meninggalkan beberapa permasalahan. Selain persiapan yang tidak matang dan pelatihan guru yang masih sangat minim, kurikulum ini juga meninggalkan permasalahan mengenai nasib guru-guru yang mata pelajarannya dihapus dalam K13. Salah satunya adalah mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (MP TIK).MP TIK adalah buah penerapan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang digodok pada 2006, dan diterapkan pada 2007 untuk meng­gantikan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). KBK hanya diterapkan kurang dari lima tahun. Ide penambahan MP TIK dalam KTSP didasari pada semangat membekali para siswa untuk menghadapi era perkembangan teknologi yang semakin canggih di abad XXI ini.
TIK semakin penting peranannya karena setiap bangsa akan menjadi bagian dalam perkembangan arus globalisasi yang menyaratkan penguasaan teknologi tingkat tinggi ini di segala aspek kehidupan. Bangsa yang tidak mengenal dan menguasai teknologi akan menjadi bangsa yang tertindas.
Untuk merealisasikan proyek ini, Kemendikbud telah merekrut ribuan guru TIK yang ditempatkan di seluruh Indonesia. Namun sayang, enam tahun kemudian, MP TIK dihapus seiring bubarnya KTSP. Kini, nasib ribuan guru TIK masih belum jelas.
TIK dan Moral
MP TIK sebenarnya bukan hanya mengajarkan masalah teknis mengenai bagaimana mengoperasikan sebuah softwaredan hardware. Dan, menurut penulis, selama ini muatan materi TIK dalam KTSP memang masih menitikberatkan pada substansi ini.
TIK perlu diarahkan ke tujuan yang lebih mendalam lagi. TIK dapat memberikan pendidikan nilai mengenai bagaimana cara memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang positif dan mendukung capaian prestasi akademik siswa, sehingga siswa tidak selalu dan selamanya dicetak untuk menjadi seorang operator yang pasif. Mereka juga harus mampu berinovasi dengan teknologi yang telah ada.
Sebagai contoh kecil, siswa dapat mengembangkan kreativitasnya melalui pem­buatan blog pribadi yang dapat dilihat banyak orang. Dengan demikian, siswa akan terpacu untuk berkreasi melalui tulisan atau gambar. Ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri kepada siswa. Mereka juga akan bangga ketika hasil karyanya dapat dilihat dan dibaca orang lain di seluruh dunia. Dari sini kita akan mendapatkan jutaan karya anak bangsa yang dapat diakses secara online.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah TIK membekali siswa dengan kemampuan menggunakan atau memanfaatkan tek­nologi secara positif dan ber­tanggung jawab. Ini adalah tantangan berat TIK. Maraknya peredaran video porno yang diunggah beberapa pelajar adalah wujud kegagalan insitusi sekolah menanamkan pendidikan nilai. Sekolah gagal menyinergikan muatan pendi­dikan nilai berbasis tek­nologi.
Ketimpangan sosial
Ketika TIK dihapus dari kurikulum sekolah menengah, isu lain yang terkait dengannya adalah isu ketimpangan sosial dalam pem­belajaran di sekolah. Ketia­daan pelajaran ini telah meningkatkan eksklusivitas teknologi dalam masyarakat.
Bagi siswa dari keluarga kelas atas, penghapusan TIK bukanlah masalah serius. Hal ini disebabkan mereka masih memiliki kesempatan dan kemampuan untuk belajar TIK di tempat lain. Atau, mereka juga dapat belajar di rumah karena orang tua mereka mampu menyediakan ber­bagai fasilitas atau teknologi canggih yang dapat mereka manfaatkan setiap saat. Melalui internet, mereka bisa mempelajarinya dengan cepat dan mudah.
Sebaliknya, bagi siswa dari keluarga tidak mampu atau keluarga miskin, ini adalah masalah serius yang harus mereka hadapi. Bagi mereka, sekolah adalah satu-satunya sarana untuk mengejar ketertinggalan budaya. Sekolah adalah satu-satunya jalan untuk menyamakan kedudukannya dengan kedudukan orang-orang kaya. Dengan kata lain, sekolah adalah satu-satunya ruang tempat mereka mem­pelajari perkembangan teknologi yang serba canggih.
Bila sekarang TIK dihapus dari sekolah, maka hilanglah kesempatan mereka untuk mempelajari teknologi “secara cuma-cuma”. Di mana lagi mereka harus mempelajari TIK? Di rumah, mustahil mereka memiliki internet. Orang tua mereka sebagian besar gagap teknologi. Jika harus mengikuti kursus, mereka harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu, kondisi ini menyebabkan mereka menjadi tidak nyaman dan akan terus mengalami penindasan kelompok atas karena mereka tidak memiliki akses untuk mengejar ketertinggalan mereka.
Ketika anak-anak orang kaya sibuk meng-update status dan mengirim foto di facebook, mereka heboh membicarakangadget yang semakin canggih, dan mereka gencar memublikasikan karyanya melalui blog pribadi, ketika itu pula, anak-anak dari keluarga miskin hanya mampu menjadi penonton dan pendengar yang baik. Tidak ada yang dapat mereka lakukan selain itu.
Facebook, twitter, you­tube, blog, dan media sosial lainnya adalah barang mahal bagi mereka. Mereka tidak mampu membagi cerita hidupnya melalui dunia maya karena mareka tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya. Sementara, sekolah sudah tidak bersahabat dengan mereka.
Singkatnya, penghapusan TIK tidak hanya berdampak negatif bagi guru TIK. Siswa juga merasakan dampak negatif, terutama bagi mereka yang berasal dari kelas bawah. Mereka tidak tahu lagi di mana mereka akan belajar menguasai teknologi ketika sekolah tidak memberikan ruang bagi mereka. Mereka juga tidak tahu, kapan mereka akan menjadi penguasa teknologi.
Bukanlah solusi yang bijak ketika materi TIK dilebur ke dalam materi pelajaran lainnya karena ini tentu saja akan menambah beban pelajaran. Selain itu, guru juga belum tentu memiliki kesiapan yang matang.
Pemerintah juga harus jujur mengakui bahwa masih banyak guru yang gagap teknologi. Mereka masih menggunakan metode pembelajaran klasik yang membosankan. Bagaimana pun juga, TIK harus dikembalikan di sekolah dalam K13.
Nanang Martono  ;  
Dosen Sosiologi Pendidikan
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

HALUAN,  06 Maret 2014


A dilemma over Indonesia’s curriculum that “removes” IT studies in schools

A dilemma over Indonesia’s curriculum that “removes” IT studies in schools

Did you know that Indonesian schools no longer offer IT (information technology and communication) curriculum since last July? The move has sparked rage among Indonesians who believe that the education and culture ministry is making a grave mistake by “removing” the subject from the new curriculum. It’s almost the end of the revised curriculum’s first year, and the newly-formed national association of IT teachers (Agtikknas) now wants the government to modify the new curriculum as soon as possible and revive the subject in Indonesian schools.
Firman Oktora, chairman of Indonesia’s national association of IT teachers, explains that the government is somewhat on the right track. While IT is no longer an individual subject, the government encourages schools to conduct the education process inside an “IT environment”, meaning that they let students use computers and conduct online research inside the classroom. But Oktora believes that the government should’ve revamped the subject to make it even more relevant – like what other countries are doing – rather than removing it.

IT subject wasn’t relevant anyway
Oktora agrees that most of the IT curriculum lost its relevance – in 2013, the program hadn’t been updated in seven years. Back in 2006 students weren’t familiar with computers, and so the objective of the previous curriculum was to teach students how to turn on computers, use Microsoft Office, and understand basic graphic design tools.
Now that most students already know how to use the internet and software applications, a lot of the IT curriculum became unnecessary. The government could’ve fixed that by moving the irrelevant studies into other subjects, while updating the existing IT program.
Some changes Oktora and Agtikknas want to see include a renewed focus on the ethics and dangers of using the internet. “There are a lot of fraud and scams happening online, and the students need to learn about that,” says Oktora.
Or, instead of learning just to use Microsoft Powerpoint, students can learn how to create compelling presentation slides to convey their ideas. Students could also practice publishing blog posts or creating digital media. The objective would be to shape the students into producers, instead of mere consumers. This will require students to develop specific skill sets.
Bigger disparity among schools
The old IT curriculum wasn’t just irrelevant and outdated. Due to the very basic nature of the subject, schools with strong IT resources could offer a better IT program than schools without strong resources. Some good schools were already teaching programming to their students, while the less prestigious schools couldn’t go beyond a few classes in Microsoft Word.
Now that IT is no longer a mandatory subject, the good schools – the ones that send their students to national and international computer olympics – can continue teaching IT subjects. Meanwhile, the mediocre schools can stick with the current curriculum and and not teach students any additional computer skills.
While there is good computer infrastructure in schools in major Indonesian cities, there are still few schools in the rural areas with adequate equipment. Naturally, people from these regions require the most education when it comes to technology, as they might not even own a smartphone or laptop of their own.
There are also unqualified teachers teaching IT in certain areas. We’re not only talking about former IT teachers here, but also about the teachers in other subjects like art and language. The government needs to start equipping them with the necessary skills to teach students properly. But the first and last time they did any of that, according to Oktora, was in 2011.
Moving on
Agtikknas was formed just two months ago and already has attracted about 3,000 members so far. The association has tried to invite the education and culture minister Muhammad Nuh to talk about the association’s concerns during Agtikknas’ first meetup in January. The minister was “unable to attend”. The same ministry hasn’t made any responses to the association’s appeals.
But Agtikknas now has friends inside the house of representatives. Some members inside the education division have listened and agreed to help regarding the association’s concerns. The representatives will hold a big meeting about it in May, in which Oktora hopes they can participate as well.
It’s also worth noting that there are a lot of concerns regarding other changes inside the new curriculum which include the “removal” individual subjects like natural and social sciences in all level of schools. Both subjects are “integrated” inside other subjects like math and sports now. English language has no longer become a mandatory subject in elementary school; it is now an extracurricular subject.
This definitely looks like a step backwards for Indonesia’s education system. While neighboring country Singapore is beginning to teach programming to elementary school students, Indonesia’s schools are on the verge of a breakdown.